PUPUK CAIR DARI KOTORAN KAMBING

Pertanian organik sedang berkembang dan memerlukan peningkatan pasok pupuk organik. Di antaranya yang berpotensi dikembangkan di Indonesia ialah pupuk cair dari kotoran/feses (biokultur) dan dari urine (biourine) kambing.
Mutu kedua jenis pupuk cair tersebut dari ternak kambing cukup bagus untuk diaplikasikan pada tanaman semusim maupun tanaman perkebunan. I Made Londra dari BPPT Bali yang menguraikan cara pembuatan pupuk cair dari limbah kambing mengutarakan perlakuan fermentasi yang dilakukan pada pembuatan pupuk cair mampu meningkatkan kandungan unsur-unsur hara.
Pada pembuatan pupuk cair dari kotoran kambing (biokultur), kandungan unsur K dan C-organik serta N meningkat secara drastis dibanding tanpa perlakuan. Yakni 962 ppm dibanding 422 ppm untuk K, 3.414 ppm dibanding 2.811 ppm untuk C-organik, dan 1,22% dibanding 0,27% untuk N. Sedangkan unsur P naik menjadi 84 ppm dibanding 69 ppm.
Pada pembuatan biourine kambing, kandungan unsur K melonjak menjadi 1.770 ppm dibanding 759 tanpa perlakuan. C-organik naik menjadi 3.773 ppm dibanding 3.390 ppm, dan N 0,89% dibanding 0,34%. Tetapi unsur P turun menjadi 89 ppm dibanding 94 ppm.
Penurunan unsur P pada biourine disebabkan inokulan yang ada kurang mampu melarutkan P. Sehingga perlu dicarikan mikroba yang cocok untuk melarutkan lebih banyak P dalam proses fermentasi biourine.
Teknik pembuatan yang cukup praktis dan sederhana diuraikan sebagai berikut. Pada pembuatan biokultur, kotoran (feses) kambing ditampung dalam bak lalu dicampur air dengan perbandingan 1:2. Lalu dimasukkan fermenter, yakni R. bacillus dan Azotobakter dengan komposisi: 0,8 m3 campuran feses, 1 liter R. bacillus dan 1 liter Azotobacter.
Bahan diaduk selama 3-4 jam, kemudian bak ditutup dan dibiarkan selama 7 hari. Pada hari ke-8, bagian cairan di atas diambil, bagian yang mengendap diperas dan cairannya digabung dengan cairan yang telah diambil sebelumnya. Cairan berupa pupuk cair (biokultur) tersebut sudah siap dipakai atau disimpan. Bagian padat hasil perasan bisa digunakan untuk pupuk atau bahan bakar.
Kotoran Kambing untuk Pengendali Hama
Kreativitas warga muncul pada saat terdesak. Saat kesulitan mendapatkan pupuk, warga Deli Serdang memanfaatkan kotoran kambing untuk pupuk organik dan pengendali hama. Setelah ujicoba, hasil pertumbuhan tanaman lebih baik karena terhindar dari hama wereng dan tikus.
Pada awalnya saya memanfaatkan air kencing kambing untuk mengusir hama wereng di sawah kami. Hasilnya, hama wereng tak lagi ada. Lalu kami bekerjasama dengan penyuluh pertanian dan kelompok tani untuk mengolah dengan bahan yang lebih baik, kata Kepala Desa Sena, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Bantu Suprayitno, Minggu (27/8) di rumahnya.
Dari hasil diskusi dengan kelompok tani dan penyuluh pertanian di daerahnya, air kencing kambing itu lebih baik jika melalui proses fermentasi. Dengan campuran itu, pupuk organik semakin bagus. Selama dua kali penanaman sudah kami pakai, kata Bantu.
Petugas penyuluh pertanian (PPL) Keamatan Batang Kuis Janapiah (41) bekerjasama dengan Bantu. Keduanya bersama kelompok tani setempat meramu pupuk lebih kompleks dengan kandungan yang lebih banyak. Tidak hanya air kencing kambing, namun juga kotoran kambing, air serbuk serabut kelapa, batu gunung, dan abu janjang kelapa sawit.
Menurut Janapiah, abu janjang kelapa sawit, air serbuk serabut kelapa, air kencing kambing, dan kotoran kambing digiling dengan batu gunung. Kemudian direndam selama tiga hari. Untuk melapukkan kotoran dan air kencing kambing, kata Janapiah, diperlukan bakteri.
Dengan proses fermentasi itu, tak ada lagi bau kotoran dan air kencing kambing, kata Janapiah. Campuran bahan-bahan itu, kata dia, mengandung unsur nitrogen, phospat, kapur, kalium, belerang, dan magnesium oksida. Janapiah mengatakan, semua unsur-unsur tadi terdapat dalam larutan pupuk organik yang dibuat.
Ujicoba pembuatan pupuk tersebut dilakukan bersama petani setempat sejak 1998. Selama itu pula beberapa kali sampel pupuk tersebut diujicobakan secara gratis kepada petani. Pembuatan pupuk ini sengaja untuk memutus ketergantungan petani dengan pupuk kimia. Pemakaian pupuk kimia hanya akan membuat tanah menjadi jenuh, tutur dia.
Salah satu petani yang mencoba pupuk organik tersebut adalah Shahrani (36). Dari lima rante (satu rante = 400 meter persegi) tanaman padi milik dia, mampu menghasilkan 1,43 ton. Padahal, sebelumnya hasil panen padi antara 1,2 sampai 1,3 ton paling banyak. Menurut Shahrani, hasil panen itu merupakan hasil terbaik yang pernah dia capai sepuluh tahun terakhir.

Pupuk Cair dari Kotoran Kambing
Pembangunan pertanian di era Orde Baru memang mencengangkan! Sayangnya, pemerintah saat itu justru gencar sekali mengampanyekan
penggunaan pupuk anorganik (kimia).
Hasilnya memang bagus, tetapi hanya dalam jangka pendek-menengah saja. Kini, setelah 30 tahun berlalu, unsur hara dalam tanah-tanah yang digelontori pupuk anorganik secara tak terkendali pun makin menipis.
Dampaknya, kesuburan tanah makin tergerus. Produktivitas pertanian —dihitung berdasarkan hasil panen per luas tanah— juga makin merosot. Bahkan struktur tanah pun makin melemah.
Upaya menyuburkan kembali lahan pertanian, sekaligus mengurangi penggunaan pupuk anorganik, sudah dilakukan sejumlah aktivis LSM pertanian melalui kampanye penggunaan pupuk organik. Sayangnya, pemerintah belum terlalu berminat untuk merombak sistem pemupukan di negeri ini.
Padahal, pupuk organik bisa memacu dan meningkatkan populasi mikroba dalam tanah, jauh lebih besar daripada hanya memberikan pupuk kimia. Ia juga mampu membenahi struktur dan kesuburan tanah.
Tidak heran jka pupuk organik mampu mencegah terjadinya erosi tanah. Sebab nitrogen dan usur hara yang dilepaskan oleh bahan organik pelan-pelan akan mengalami proses mineralisasi. Jika diberikan secara berkesinambungan, dapat membantu membangun kesuburan tanah.
Memang, pupuk organik mengandung unsur hara nitrogen (N), phosphor (P), dan kalium (K) yang rendah, tetapi mengandung hara mikro yang berlimpah serta diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan bioaktivator untuk pengayaan unsur hara dalam tanah.
Tidak Sulit Berdasarkan ujudnya, pupuk organik (organic fertilizer) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu cair dan padat (remahan). Dalam beberapa hal, pupuk organik cair (POC) lebih disukai petani karena praktis dan menghemat tempat penyimpanan.
Bahkan Anda bisa membuat sendiri POC, baik untuk dipakai sendiri, dibagikan kepada petani terdekat, atau dikomersialkan (dijual), karena cara pembuatannya tidaklah sulit.
Pupuk organik bisa berasal dari kotoran ternak (sapi, kerbau, kambing, ayam, itik) dan limbah pertanian (dedaunan, jerami, batang jagung, sekam padi). Jadi biaya pembuatan relatif murah, bahkan tersedia di pedesaan dalam jumlah cukup.
Pada dasarnya, pembuatan POC juga dimaksudkan untuk pengayaan unsur hara dalam pupuk tersebut. Kita bisa menggunakan urin ternak, dalam hal ini kambing, atau biasa disebut sebagai biourine. Bisa juga menggunakan kotoran ternak yang padat (faeces) atau disebut sebagai biokultur.
Untuk membuat biourine, maka urin kambing ditampung dalam bak dan dimasukkan ke dalam fermenter (R. bacillus dan Azotobacter). Setiap 800 liter urin difermentasi dengan 1 liter R. bacillus dan 1 liter Azotobacter, kemudian diaduk-aduk dengan aerator selama 3-4 jam. Permukaan bak lalu ditutup dengan triplek / plastik dan didiamkan tujuh hari.
Pada hari kedelapan, urine diputar dengan pompa sehingga naik-turun pada tangga ’’penipisan’’ selama 6-7 jam. Pemutaran tersebut dimaksudkan untuk menguapkan amonia, karena bersifat racun bagi tanaman. Urin yang telah difermentasi siap dipakai, boleh juga disimpan dalam wadah.
Biokultur Untuk membuat biokultur, kotoran (faeces) ditampung dalam bak lalu dicampur air dengan perbandingan 1:2. Tambahkan fermenter ke dalam kotoran yang telah bercampur air tersebut.
Setiap 0,8 m3 campuran faeces dan air memerlukan 1 liter R. bacillus dan 1 liter Azotobacter. Campuran diaduk-aduk dengan kayu pengaduk atau aerator selama 3-4 jam. Bak fermentasi kemudian ditutup dan didiamkan selama tujuh hari.
Pada hari kedelapan, bagian cairan (ada di atas) diambil sedangkan bagian yang mengendap diperas (dipres). Cairan hasil perasan dapat dicampur dengan cairan yang diambil sebelumnya. Biokultur bisa langsung digunakan atau dikemas untuk disimpan.
Ada lagi cara pembuatan POC dari faeces kambing. Dalam hal ini, kita menggunakan bantuan ragi tape. Bahan yang perlu disiapkan adalah: a) kotoran kambing atau domba, b) air bersih (tidak tercemar bahan kimia / limbah beracun dan berbahaya), dan c) ragi tape.
Alat yang diperlukan hanyalah tong/drum dengan ukuran volume 100-120 liter. Cara membuatnya relatif mudah. Pertama, masukkan kotoran kambing ke dalam drum hingga memenuhi 2/3 bagian di dalam drum tersebut. Kedua, taburkan 3-5 butir ragi tape.
Lebih baik lagi jika ditambahkan bioaktivator yang banyak dijual di pasaran seperti Effective Microorganism (EM), khususnya edisi terakhir (EM4). Penambahan ini dapat mengatasi kekurangan unsur phosphor (P) dan kalium (K) pada POC.
Ketiga, tambahkan air bersih untuk mengisi 1/3 bagian drum yang masih kosong. Agar proses fermentasi berjalan dengan baik, drum harus ditutup rapat.
Setiap hari, Anda hanya berkesempatan sekali membuka drum. Saat itulah isi drum harus diaduk terus-menerus selama 5-10 menit. Pada hari ketujuh, Anda sudah bisa memanen POC. Mudah bukan?
Saringlah POC ini sehingga yang dimasukkan ke botol atau derigen hanyalah cairan yang sudah tersaring. Ampas hasil penyaringan masih bisa dimanfaatkan sebagai kompos setengah padat.
POC ini bagus diaplikasikan untuk tanaman hortikultura. Ambil 15 cc POC, kemudian dicampur dengan 1 liter air. Kocorkan ke tanaman dengan dosis 1 gelas per tanaman. Pemupukan dengan POC bisa dilakukan seminggu sekali.
Gula Pasir Percobaan lain yang bisa dilakukan adalah menggunakan bantuan gula pasir. Untuk membuat 100 liter POC, bahan yang diperlukan adalah 30 kg kotoran kambing, 500 gram gula pasir, 500 gram terasi, 1 kg pupuk NPK untuk pengayaan nutrisi, 500 ml EM4, hijauan daun secukupnya, dan 100 liter air bersih.
Mula-mula, kotoran kambing dihancurkan agar terlihat seperti remahan. Larutkan gula pasir, terasi, EM4, dan NPK dalam air. Setelah itu, masukkan larutan tersebut dan kotoran kambing ke dalam drum plastik. Tambahkan air bersih hingga volumenya mencapai 100 liter.
Sekarang drum ditutup rapat. Setiap hari dibuka dan diaduk hanya selama 15 menit. Pupuk cair pun sudah bisa digunakan pada hari kelima sampai ketujuh.
Cara penggunaannya, 1 liter POC dicampur dengan 9 liter air bersih. Selanjutnya, siramkan ke tanah di sekitar tanaman atau boleh saja disemprotkan pada daun sebanyak 0,25-1 liter; tergantung jenis tumbuhan. (Dudung Abdul Muslim-32)

Pupuk Cair dari Kotoran Kambing
Pembangunan pertanian di era Orde Baru memang mencengangkan! Sayangnya, pemerintah saat itu justru gencar sekali mengampanyekan
penggunaan pupuk anorganik (kimia).
Hasilnya memang bagus, tetapi hanya dalam jangka pendek-menengah saja. Kini, setelah 30 tahun berlalu, unsur hara dalam tanah-tanah yang digelontori pupuk anorganik secara tak terkendali pun makin menipis.
Dampaknya, kesuburan tanah makin tergerus. Produktivitas pertanian —dihitung berdasarkan hasil panen per luas tanah— juga makin merosot. Bahkan struktur tanah pun makin melemah.
Upaya menyuburkan kembali lahan pertanian, sekaligus mengurangi penggunaan pupuk anorganik, sudah dilakukan sejumlah aktivis LSM pertanian melalui kampanye penggunaan pupuk organik. Sayangnya, pemerintah belum terlalu berminat untuk merombak sistem pemupukan di negeri ini.
Padahal, pupuk organik bisa memacu dan meningkatkan populasi mikroba dalam tanah, jauh lebih besar daripada hanya memberikan pupuk kimia. Ia juga mampu membenahi struktur dan kesuburan tanah.
Tidak heran jka pupuk organik mampu mencegah terjadinya erosi tanah. Sebab nitrogen dan usur hara yang dilepaskan oleh bahan organik pelan-pelan akan mengalami proses mineralisasi. Jika diberikan secara berkesinambungan, dapat membantu membangun kesuburan tanah.
Memang, pupuk organik mengandung unsur hara nitrogen (N), phosphor (P), dan kalium (K) yang rendah, tetapi mengandung hara mikro yang berlimpah serta diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan bioaktivator untuk pengayaan unsur hara dalam tanah.
Tidak Sulit Berdasarkan ujudnya, pupuk organik (organic fertilizer) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu cair dan padat (remahan). Dalam beberapa hal, pupuk organik cair (POC) lebih disukai petani karena praktis dan menghemat tempat penyimpanan.
Bahkan Anda bisa membuat sendiri POC, baik untuk dipakai sendiri, dibagikan kepada petani terdekat, atau dikomersialkan (dijual), karena cara pembuatannya tidaklah sulit.
Pupuk organik bisa berasal dari kotoran ternak (sapi, kerbau, kambing, ayam, itik) dan limbah pertanian (dedaunan, jerami, batang jagung, sekam padi). Jadi biaya pembuatan relatif murah, bahkan tersedia di pedesaan dalam jumlah cukup.
Pada dasarnya, pembuatan POC juga dimaksudkan untuk pengayaan unsur hara dalam pupuk tersebut. Kita bisa menggunakan urin ternak, dalam hal ini kambing, atau biasa disebut sebagai biourine. Bisa juga menggunakan kotoran ternak yang padat (faeces) atau disebut sebagai biokultur.
Untuk membuat biourine, maka urin kambing ditampung dalam bak dan dimasukkan ke dalam fermenter (R. bacillus dan Azotobacter). Setiap 800 liter urin difermentasi dengan 1 liter R. bacillus dan 1 liter Azotobacter, kemudian diaduk-aduk dengan aerator selama 3-4 jam. Permukaan bak lalu ditutup dengan triplek / plastik dan didiamkan tujuh hari.
Pada hari kedelapan, urine diputar dengan pompa sehingga naik-turun pada tangga ’’penipisan’’ selama 6-7 jam. Pemutaran tersebut dimaksudkan untuk menguapkan amonia, karena bersifat racun bagi tanaman. Urin yang telah difermentasi siap dipakai, boleh juga disimpan dalam wadah.
Biokultur Untuk membuat biokultur, kotoran (faeces) ditampung dalam bak lalu dicampur air dengan perbandingan 1:2. Tambahkan fermenter ke dalam kotoran yang telah bercampur air tersebut.
Setiap 0,8 m3 campuran faeces dan air memerlukan 1 liter R. bacillus dan 1 liter Azotobacter. Campuran diaduk-aduk dengan kayu pengaduk atau aerator selama 3-4 jam. Bak fermentasi kemudian ditutup dan didiamkan selama tujuh hari.
Pada hari kedelapan, bagian cairan (ada di atas) diambil sedangkan bagian yang mengendap diperas (dipres). Cairan hasil perasan dapat dicampur dengan cairan yang diambil sebelumnya. Biokultur bisa langsung digunakan atau dikemas untuk disimpan.
Ada lagi cara pembuatan POC dari faeces kambing. Dalam hal ini, kita menggunakan bantuan ragi tape. Bahan yang perlu disiapkan adalah: a) kotoran kambing atau domba, b) air bersih (tidak tercemar bahan kimia / limbah beracun dan berbahaya), dan c) ragi tape.
Alat yang diperlukan hanyalah tong/drum dengan ukuran volume 100-120 liter. Cara membuatnya relatif mudah. Pertama, masukkan kotoran kambing ke dalam drum hingga memenuhi 2/3 bagian di dalam drum tersebut. Kedua, taburkan 3-5 butir ragi tape.
Lebih baik lagi jika ditambahkan bioaktivator yang banyak dijual di pasaran seperti Effective Microorganism (EM), khususnya edisi terakhir (EM4). Penambahan ini dapat mengatasi kekurangan unsur phosphor (P) dan kalium (K) pada POC.
Ketiga, tambahkan air bersih untuk mengisi 1/3 bagian drum yang masih kosong. Agar proses fermentasi berjalan dengan baik, drum harus ditutup rapat.
Setiap hari, Anda hanya berkesempatan sekali membuka drum. Saat itulah isi drum harus diaduk terus-menerus selama 5-10 menit. Pada hari ketujuh, Anda sudah bisa memanen POC. Mudah bukan?
Saringlah POC ini sehingga yang dimasukkan ke botol atau derigen hanyalah cairan yang sudah tersaring. Ampas hasil penyaringan masih bisa dimanfaatkan sebagai kompos setengah padat.
POC ini bagus diaplikasikan untuk tanaman hortikultura. Ambil 15 cc POC, kemudian dicampur dengan 1 liter air. Kocorkan ke tanaman dengan dosis 1 gelas per tanaman. Pemupukan dengan POC bisa dilakukan seminggu sekali.
Gula Pasir Percobaan lain yang bisa dilakukan adalah menggunakan bantuan gula pasir. Untuk membuat 100 liter POC, bahan yang diperlukan adalah 30 kg kotoran kambing, 500 gram gula pasir, 500 gram terasi, 1 kg pupuk NPK untuk pengayaan nutrisi, 500 ml EM4, hijauan daun secukupnya, dan 100 liter air bersih.
Mula-mula, kotoran kambing dihancurkan agar terlihat seperti remahan. Larutkan gula pasir, terasi, EM4, dan NPK dalam air. Setelah itu, masukkan larutan tersebut dan kotoran kambing ke dalam drum plastik. Tambahkan air bersih hingga volumenya mencapai 100 liter.
Sekarang drum ditutup rapat. Setiap hari dibuka dan diaduk hanya selama 15 menit. Pupuk cair pun sudah bisa digunakan pada hari kelima sampai ketujuh.
Cara penggunaannya, 1 liter POC dicampur dengan 9 liter air bersih. Selanjutnya, siramkan ke tanah di sekitar tanaman atau boleh saja disemprotkan pada daun sebanyak 0,25-1 liter; tergantung jenis tumbuhan. (Dudung Abdul Muslim-32)

KOMPOS KOTORAN KAMBING, COCOK UNTUK SEGALA TANAMAN
Pendahuluan
Limbah merupakan bahan yang timbul setelah proses produksi selesai, yang umumnya dibuang. Limbah kandang dan tanaman dapat berbentuk padar, cair maupun gas. Demikian halnya limbah yang dihasilkan dari ternak kambing/domba berupa air kencing yang menyengat akan dapat menimbulkan polusi bau, kotoran mencemari lingkungan sekitarnya dan masih banyak masalah social yang ditimbulkan.
Sebetulnya bila dimanfaatkan secara baik kotoran tersebut bukan merupakan polusi justru merupakan suatu penghasilan yang bisa menghasilkan kompos (pupuk organic) yang berkualitas bila diolah dengan teknologi pengolahan menggunakan decomposer (Biostarter) bahkan menghasilkan uang yang tidak sedikit nilainya.
Pengolahan Limbah Inthil
Petani kita umumnya menggunakan pupuk kandang secara langsung, hal ini tanpa disadari pupuk tersebut masih banyak kelemahannya. Kelemahan tersebut antara lain terdapat bibit gulma, hama dan penyakit serta diperlukan dalam jumlah yang cukup besar. Agar dihasilkan pupuk organic yang berkualitas baik dan hemat dalam pemakainya, pupuk kandang (inthil) perlu diolah atau dilakukan dekomposisi dalam kondisi tertentu yang dapat dilakukan secara biologis dengan menggunakan mikroba tertentu.
Karakteristik inthil berbentuk butiran-butiran kecil, tingkat kadar air yang rendah merupakan factor yang penting dalam hal mudah dalam pengolahan dan kualitas kompos lebih baik dibanding dengan ternak yang lain, seperti sapi maupun kerbau.
Prinsip Pembuatan Kompos
Prinsip pengomposan atau composting adalah proses merubah limbah organic menjadi pupuk organic secara biologis dibawah kondisi yang terkontrol. Tujuan pengomposan limbah ternak melalui kondisi yang terkontrol adalah untuk membuat keseimbangan porses pembusukan bahan organic dalam limbah, mengurangi bau ,membunuh  biji-biji gulma dan organisme pathogen sehingga menjadi pupuk yang sesuai dengan lahan pertanian. Apabila kondisi tidak atau kurang terkontrol akan terjadi pembusukan sehingga timbul bau yang menyengat, timbul cacing dan insekta.
Membuat Kompos Dengan Biostater
Biostater yang dapat digunakan untuk pembuatan kompos sudah banyak beredar dimasyarakat dengan bermacam-macam merk dagang dengan dosis dan bahan yang bermacam-macam namun sama dalam hal tujuan yaitu untuk mempercepat proses dekomposisi.
Kompos yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik, dosis penggunaan pada tanaman lebih hemat dibanding pupuk kandang tanpa diolah dahulu.
Kompos inthil yang dihasilkan memberikan nilai tambah pengusahaan ternak karena memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pengomposan.
Bahan :
Bahan yang diperlukan dalam pembuatan limbah inthil kambing / domba, antara lain :
1. Inthil kambing / domba            : 1.000 kg
2. Bio starter stardec                  :     2,5 kg
3. Serbuk gergaji                        :    100 kg
4. Abu sisa pembakaran             :      50 kg
5. Kapur tohor / gamping            :      50 kg
6. Pupuk urea                            :     2,5 kg
7. Pupuk SP-36                         :     2,5 kg
8. Air secukupnya
*) Bahan-bahan tersebut boleh dikurangi sesuai ketersediaan didaerah tersebut. Minimal dapat digunakan bahan berupa kotoran dan stardec, namun semakin lengkap bahan yang digunakan semakin baik kualitas kompos yang dihasilkan.
Cara Pembuatan Kompos :
1.        Tiap bahan dibagi menjadi 6 – 8 bagian
2.        Kotoran inthil ditumpuk dengan ketinggian 25 – 30 cm.
3.        Ditaburkan biostarter, serbuk gergaji, abu dan kapur masing-masing 1 bagian sambil disiram air untuk kelembaban.
4.        Ulangi tumpukan kedua seperti no. 3 begitu seterusnya sehingga semua bahan habis.
5.        Tumpukan dibuat denganetinggian minimal 1,5 m.
6.        Tumpukan dibawah naungan untuk menghindari adanya sinar matahari langsung dan air hujan
7.        Untuk menjaga suhu dan suplai oksigen, tumpukan dibalik sekali tiap minggu
8.        Untuk menjaga kelembaban 60 %, saat membalik tumpukan dilakukan penyiraman dengan air menggunakan gembor
9.        Pada minggu ke 5 pupuk siap digunakan.
Pengemasan
Setelah kompos jadi maka selanjutnya bisa dipakai untuk memupuk tanaman, namun apabila dijual dikemas terlebih dahulu agar kelihatan praktis dan lebih rapi. Tiap kemasan berbeda-beda sesuai dengan permintaan pasar, biasanya bobot kompos tiap kemasan antara lain : 3 kg (plastic), 5 kg (plastic), 10 kg (karung) dan 25 kg (karung). (Bid. Peternakan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar